TEORI BELAJAR SKINNER
A. Biografi B. F. Skinner
Burrhus
Frederic Skinner dilahirkan di sebuah kota kecil bernama Susquehanna,
Pennsylvania, pada tahun 1904. Dan beliau wafat pada tahun 1990 setelah
terserang penyakit leukimia. Skinner dibesarkan dalam keluarga sederhana, penuh
disiplin dan pekerja keras. Ayahnya adalah seorang jaksa dan ibunya seorang ibu
rumah tangga.
Skinner
mendapat gelar Bachelor di Inggris. Pada tahun 1931, Skinner menyelesaikan
sekolahnya dan memperoleh gelar sarjana psikologi dari Harvard University. Setahun
kemudian ia juga memperoleh gelar doktor (Ph.D) untuk bidang yang sama. Pada
tahun 1945, ia menjadi ketua fakultas psikologi di Indiana University dan tiga
tahun kemudian ia pindah ke Harvard dan mengajar di sana sepanjang hidupnya.
Skinner
adalah salah satu psikolog yang tidak sependapat dengan Freud. Menurut Skinner
meneliti ketidaksadaran dan motif tersembunyi adalah suatu hal yang percuma
karena sesuatu yang bisa diteliti dan diselidiki hanya perilaku yang
tampak/terlihat. Oleh karena itu, ia juga tidak menerima konsep tentang
self-actualization dari Maslow dengan alasan hal tersebut merupakan suatu ide
yang abstrak belaka.
Skinner
memfokuskan penelitian tentang perilaku dan menghabiskan karirnya untuk
mengembangkan teori tentang Reinforcement. Dia percaya bahwa perkembangan
kepribadian seseorang, atau perilaku yang terjadi adalah sebagai akibat dari
respond terhadap adanya kejadian eksternal. Dengan kata lain, kita menjadi
seperti apa yang kita inginkan karena mendapatkan reward dari apa yang kita
inginkan tersebut.
B.
Teori Skinner
Pengkondision
operant disebut juga dengan pengkondisian instrumental karena inti dari proses
belajar pengkondisian instrumental terletak pada penggunaan perilaku organisme
sebagai “alat“ atau instrument untuk mengubah lingkungan sehingga memperlancar
perilaku yang diingingkan dan menghambat perilaku yang tidak diinginkan.
Untuk
memahami pengkondisian operan, kita perlu membedakan apa yang disebut
Skinner dengan perilaku respon dan
perilaku operan. Perilaku respon adalah respon langsung pada stimulus, seperti
akomodasi biji mata sebagai respon pada kilatan cahaya, hentakan kaki sebagai
respon pada pukulan di tempurung lutut. Sebaliknya, perilaku operan
dikendalikan oleh akibat dari perilaku respon. Bila akibat dari perilaku respon
tersebut positif, maka kita cenderung mengulangi perilaku tersebut, sebaliknya
bila akibat dari perilaku respon tersebut negatif, maka kita cenderung tidak
mengulanginya. Jadi proses belajar dengan
pengkondisian operan adalah proses pengontrolan tingkah laku organisme melalui
pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan yang relatif bebas.
Untuk
mendemonstrasikan pengkondisian operan di laboratorium, seekor tikus yang lapar
diletakkan dalam sebuah kotak yang dinamakan “Kotak Skinner”. Di dalam kotak
tersebut tidak terdapat apa-apa kecuali sebuah jeruji yang menonjol
(pengungkit) di mana terdapat piring makanan di bawahnya. Sebuah lampu kecil di
atas jeruji dapat dinyalakan menurut kehendak eksperimenter.
Gambar
1. Percobaan Skinner pada tikus
Tikus
dibiarkan sendirian di dalam, berjalan ke sana ke mari menjelajahi keadaan
sekitar. Kadang-kadang tikus melihat pengungkit tersebut dan menekannya.
Penekanan pertama disebut dengan peringkat dasar. Setelah menentukan peringkat
dasar, perilaku eksperimen menggerakkan bubuk makanan, sehingga setiap kali
tikus menekan pengungkit, bubuk makanan akan jatuh ke piring makanan dan tikus
akan memakannya. Makanan berfungsi sebagai reinforcement
(penguat) bagi perilaku penekanan pengungkit sehingga perilaku penekanan
pengungkit tersebut akan meningkat frekuensinya.
Bila makanan tidak dialirkan ke
piring saat tikus menekan pengungkit (proses pemadaman atau extinction), maka
frekuensi perilaku menekan pengungkit akan melemah. Proses diskriminasi juga
dapat diterapkan pada pengkondisian operan ini, yaitu dengan memasangkan
penekanan pengungkit dengan nyala lampu. Jadi makanan hanya akan diberikan bila
tikus menekan pengungkit dan lampu menyala. Bila lampu mati, meskipun tikus
menekan pengungkit, makanan tidak akan mengalir. Dengan demikian terbentuklah
penguatan selektif yang mengkondisikan tikus untuk menekan pengungkit hanya
bila lampu menyala.
Umumnya yang menjadi penguat adalah
sesuatu yang dapat memuaskan dorongan dasar (basic drive), seperti makanan, rasa haus, dan sebagainya. Tetapi
hal tersebut tidak selalu benar, terutama bila diterapkan pada manusia, karena
selain kebutuhan fisik, manusia juga memiliki kebutuhan psikis, seperti
kebutuhan untuk dihargai, kebutuhan akan kasih saying, kebutuhan untuk berhubungan
dengan orang lain dan sebagainya.
Kekuatan
operan (akibat adanya reinforcement)
dapat diukur melalui:
1) Laju
Respon (rate of respon), artinya
makin sering respon terjadi selama interval waktu tertentu, makin besar
kekuatan operannya.
2) Jumlah
Total Respon selama Pemadaman (total
number of responses during extinction), artinya penguatan tunggal dapat
menghasillkan kekuatan operan yang cukup besar apabila selama pemadaman respon
tetap berlangsung.
Dari
keterangan di atas, selanjutnya kita akan mendalami tentang hal-hal yang
berkaitan dengan Pengkondisian Operan.
1)
Reinforcement
(penguat) dan punishment (hukuman)
Lingkungan
yang terbentuk karena adanya respon instrumental dan membuat respon tersebut
cenderung muncul kembali disebut dengan reinforcement atau reinforcement.
Reinforcement positif adalah stimulus atau peristiwa yang mengikuti suatu espon
yang akan meningkatkan kecenderungan pengulangan respon tersebut. Dengan kata
lain, respon yang menerima ganjaran umumnya akan diulangi oleh organisme.
Reinforcement
Negative adalah penghilangan stimulus atau peristiwa yang tidak menyenangkan
yang mengikuti suatu respon sehingga ada kecenderungan perilaku tersebut muncul
kembali. Kata negatif menunjukkan bahwa respon yang muncul menyebabkan
hilangnya suatu peristiwa atau kondisi yang tidak menyenangkan.
Teknik
lain yang dapat digunakan dalam proses belajar instrumental adalah punishment
(hukuman). Hukuman adalah stimulus atau peristiwa (event) yang bila dihadirkan
bersamaan dengan munculnya suatu respon akan mengurangi atau bahkan
menghentikan kemunculan tersebut. Misalnya anak kalau memukul temannya akan
cubitan.
Jenis
lain yang dapat digunakan dalam pengkondisian operan adalah omission of reinforcement atau omission training yaitu penarikan
kembali reinforcement positif saat respon dilakukan. Tujuannya untuk mengurangi
atau menghilangkan reinforcement positif. Contohnya, orang tua yang mematikan
televise agar anaknya pergi belajar.
Untuk
lebih jelasnya, dapat kita lihat gambar 2 berikut mengenai perbedaan reinforcement
positif, reinforcement negative, omission of reinforcement, dan punishment.
EVENT/STIMULUS YANG MENYERTAI
RESPON
|
|||||
Pemberian
positif
Ex.
Air untuk yang kehausan
|
Pemberian
negative
Ex.
Kejutan listrik
|
||||
|
Penghadiran
event atau stimulus pada pemunculan respon
|
REINFORCEMENT POSITIF
Meningkatkan
kemunculan / pengulangan respon
|
PUNISHMENT
Menurunkan
kemunculan / pengulangan respon
|
||
Penghilangan
event atau stimulus pada pemunculan respon
|
OMISSION OF REINFORCEMENT
Menurunkan
kemunculan / pengulangan respon
|
REINFORCEMENT NEGATIVE
Meningkatkan
kemunculan / pengulangan respon
|
Gambar
2. Perbedaan reinforcement positif, reinforcement negative, omission of
reinforcement, dan punishment.
2)
Primary
and Secondary Reinforcement (reinforcement primer dan sekunder)
Hal-hal yang memperkuat suatu respon
disebut reinforcement (penguat). Reinforcement dapat dibedakan atas
reinforcement primer dan reinforcement sekunder.
Reinforcement Primer (primary
reinforcement) adalah reinforcement yang efektif bagi subjek yang belum
terlatih, artinya tidak dibutuhkan suatu latihan awal untuk memperkuat suatu
respon. Contohnya reinforcement makanan untuk subjek yang lapar, atau
reinforcement air untuk subjek yang haus.
Reinforcement Sekunder (secondary
reinforcement) adalah reinforcement yang tidak dapat berfungsi sebagai penguat
secara alami, maksudnya agar reinforcement tersebut jadi efektif, individu
harus memiliki pengalaman lebih dahulu dengan reinforcement tersebut. Oleh
karena itu, reinforcement sekunder juga sering disebut dengan learned reinforcements (penguat yang
dipelajari).
Reinforcement sekunder umumnya
dipasangkan dengan reinforcement primer, contohnya, saat pemberian makanan,
tikus percobaan juga diberikan bunyi. Makanan sebagai reinforcement primer dan
bunyi sebagai reinforcement sekunder. Bunyi itu sendiri tidak dapat digunakan
sebagai penguat, tetapi kehadirannya yang menyertai makanan menyebabkan bunyi
dapat digunakan sebagai penguat.
3) Jadwal pemberian Reinforcement
Setiap
respon yang diinginkan muncul, maka pada individu diberikan reinforcement.
Pemberian respon yang demikian disebut dengan continuous reinforcement (CRF).
Jadwal pemberian reinforcement dapat diberikan dengan berbagai cara. Antara
lain bisa didasarkan atas jumlah respon, tingkat respon atau pola respon yang
diinginkan. Bisa juga tergantung dari waktu tanpa memperhatikan jumlah, tingkat
dan pola respon.
Skinner mencoba menerapkan reinforcement
yang berlawanan dengan CRF, yaitu menghentikan dengan sengaja pemberian
reinforcement sesudah organisme melakukan beberapa respons. Prosedur itu
disebut dengan intermittent atau partial reinforcement. Selanjutnya kita
akan mengenal lebih jauh lagi mengenai jadwal pemberian reinforcement yang umum dilakukan.
a)
FIXED-RATIO SCHEDULE (FR)
Reinforcement
diberikan hanya sesudah organisme melakukan respon dalam jumlah tertentu. Bila
ratio kecil, maka proses reinforcement umumnya didahului dengan memberikan
reinforcement yang kontinu sampai binatang berespon dengan baik. Kemudian
diganti dengan intermittent reinforcement dan hanya dengan perlahan-lahan ratio
kecil bisa dikenakan. Umumnya respon melemah setelah pemberian reinforcement
dan akan meningkat lagi saat hendak diberikan reinforcement berikutnya.
b)
FIXED-INTERVAL SCHEDULE (FI)
Reinforcement
diberikan setelah interval waktu tertentu. Jadi meskipun dalam jangka
(interval) waktu tersebut organism sudah melakukan respon yang sangat banyak,
tetap saja reinforcement tidak diberikan sampai interval waktu yang ditentukan
tercapai. Misalnya, reinforcement akan diberikan dengan interval waktu 5 menit.
Bila dalam waktu 5 menit itu organism hanya melakukan satu respon, ia tetap
akan memperoleh reinforcement. Sebaliknya bila dalam 5 menit ia melakukan 25
respon, ia juga akan tetap reinforcement setelah melewati jangka waktu 5 menit.
Setelah
reinforcement diberikan (sesuai jangka waktu yang ditentukan), umumnya jumlah
respon akan melemah atau berkurang, dan akan meningkat lagi pada akhir tenggang
waktu berikutnya (saat hendak diberikan reinforcement berikutnya).
c)
VARIABLE-RATIO SCHEDULE (VR)
Reinforcement
diberikan tidak tetap tetapi penjadwalan didasarkan pada banyaknya respon yang
dilakukan organisme. Misalnya, reinforcement diberikan setelah enam respon,
kemudian reinforcement diberikan setelah sepuluh respon, Selanjutnya reinforcement
diberikan setelah empat respon dilakukan. Oleh karena itu variable-ratio schedule juga disebut dengan jumlah rata-rata respon
yang dibutuhkan untuk memberikan reinforcement.
d)
VARIABLE-INTERVAL SCHEDULE (VI)
Reinforcement diberikan tidak tetap
tetapi penjadwalan didasarkan pada interval waktu yang bervariasi. Misalnya,
reinforcement diberikan setelah interval waktu lima menit, kemudian diberikan
lagi setelah interval waktu sepuluh menit, kemudian diberikan lagi setelah
interval waktu tiga menit. Jadi metode ini sering juga disebut dengan rata-rata
interval waktu pemberian reinforcement.
4)
Shaping
(pembentukan) Perilaku dengan Reinforcement Positif
Prinsip dari shaping adalah pembentukan respon.
Dalam pengkondisian, individu bebas untuk melakukan respon. Oleh karena itu
dalam pengkondisian operan perilaku dapat “dibentuk” (shaping) melalui
penggunaan reinforcement yang tepat. Contohnya dalam penelitian Skinner di
atas, eksperimenter dapat membentuk perilaku tikus dalam menekan pengungkit
daripada menunggu tikus untuk menekan pengungkit. Caranya dengan memancing
tikus yang lapar untuk menekan pengungkit, antara lain dengan memancing makanan
didekat pengungkit, atau eksperimenter menekan pengungkit secara otomatis saat
tikus berada di sekitar pengungkit sambil meletakkan makanannya, mungkin pula
eksperimenter mengajar tikus untuk meletakkan kakinya di atas pengungkit
kemudian memberikan reinforcement. Eksperimenter yang ahli dapat “membentuk”
perilaku dengan reinforcement yang seminimal mungkin dan dalam waktu yang
singkat.
Jadi
hal yang utama dalam shaping adalah mengarahkan individu untuk melakukan respon
yang diinginkan melalui rangkaian proses belajar yang sederhana sampai kepada
respon yang ingin dicapai, atau dapat juga dikatakan bahwa individu dapat
melakukan aproksimasi respon akhir melalui rangkaian suksesif. Oleh karena itu
teknik shaping disebut juga dengan metode successive
approximations.
Penerapan metode shaping ini dapat kita
jumpai dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dalam hal pengasuhan anak. Untuk
dapat berkomunikasi, seorang anak belajar secara bertahap melalui pengucapan
huruf yang benar, mengucapkan kata-kata, dan menguraikan, sampai akhirnya ia
dapat berkomunikasi dengan baik. Tentu saja selama rangkaian proses belajar
tersebut peran reinforcement tidak boleh dilupakan, seperti misalnya pujian
atau umpan balik (feed back) saat anak berusaha mengutarakan maksudnya dengan
kata-kata yang sederhana.
5) Extinction (pemadaman)
Prinsip dari extinction dalam pengkondisian
operan adalah penahanan pemberian reinforcement atau penghentian pemberian
reinforcement, artinya bila respon yang diinginkan tidak terjadi, maka respon
tersebut tidak diikuti dengan pemberian reinforcement.
Pada percobaan Skinner di atas, penekanan
pengungkit tidak lagi dikuti dengan munculnya makanan, maka secara bertahap
perilaku menekan pengungkit pada tikus akan hilang.
6)
Generalisasi
stimulus
Dalam pengkondisian operan, bila stimulus
atau event yang mengawali suatu respon itu mirip, maka perilaku (respon) yang
sama cenderung untuk muncul. Contohnya dapat kita lihat dalam penelitian
Skinner terhadap seekor burung merpati dalam kotak. Dalam kotak tersebut ada
“kunci” yang dapat diterangi oleh lampu. Saat lampu dinyalakan (dan menerangi
“kunci”) burung mematuk “kunci” tersebut, maka makanan akan mengalir dari
lubang di bawah kunci.
Gambar 3. Percobaan Skinner pada burung
merpati
Untuk kepentingan penelitian
generalisasi stimulus, lampu yang menerangi “kunci” diubah-ubah intensitasnya.
Besar kecilnya peningkatan respon tergantung dari kedekatan atau kemiripan
stimulus atau situasi yang menimbulkan respon.
7) Stimulus Diskriminasi
Diskriminasi stimulus bertujuan agar
subjek dapat melakukan perbedaan terhadap stimulus atau situasi yang dihadirkan
agar subjek hanya melakukan respon terhadap stimulus atau situasi yang sesuai.
Dalam pengkondisian operan, diskriminasi
stimulus dilakukan dengan pemberian reinforcement terhadap respon yang
diinginkan dalam suatu situasi atau stimulus yang sesuai dan tidak memberikan
reinforcement bila respon tersebut muncul dalam situasi yang tidak sesuai.
Contohnya pada percobaan burung merpati tadi. Makanan sebagai reinforcement
hanya diberikan bila yang menyala lampu hijau. Sedangkan bila yang menyala
lampu merah, reinforcement tidak diberikan. Pemasangan lampu merah dan hijau
ini dilakukan berturut-turut, hijau-merah-hijau-merah, dst, atau makanan-tidak
ada-makanan-tidak ada, dst. Oleh karena itu, teknik disebut dengan proses
diskriminasi “go-no-go”.
Selain teknik di atas, tentu ada
berbagai macam teknik lain, misalnya pemasangan reinforcement dan tidak secara
bersamaan, contohnya dalam kotak tersebut ditaruh dua “kunci”, kunci yang satu
dapat mengalirkan reinforcement, sedangkan kunci yang lain tidak.
8) Escape Learning
Escape learning adalah proses belajar
yang didasarkan pada pengkondisian instrumental/operan dengan teknik pemberian reinforcement
negatif. Contohnya dapat kita lihat melalui penelitian terhadap seekor tikus di
dalam kotak percobaan yang terdiri dari sebuah kandang yang memiliki dua
tingkat tempat tikus berdiri. Bila tikus turun dari tingkat kedua ke tingkat
pertama, maka tikus akan mengalami kejutan listrik. Oleh sebab itu tikus
berusaha untuk naik kembali ke tingkat kedua.
Perilaku seperti itulah yang disebut
dengan proses belajar escape
(melarikan diri) yang didasarkan pada pemberian reinforcement negatif pada pengkondisian
operan.
9) Avoidance Learning
Avoidance learning adalah proses belajar
untuk menghindari reinforcement negatif. Caranya dengan menghadirkan suatu
stimulus sebelum pemberian reinforcement negatif. Pada contoh percobaan di
atas, tikus diberi sebuah bel atau buzzer
sebelum diberi kejutan listrik. Setelah terjadi proses belajar, dengan
mendengar buzzer saja tikus tikus
sudah berusaha naik ke tingkat kedua agar tidak terkena kejutan listrik. Oleh
karena itu, proses belajar yang demikian disebut dengan avoidance learning
(proses belajar untuk menghindarkan diri dari reinforcement negatif).
10) Punishment
Faktor-faktor
yang mempengaruhi efektifitas punishment, antara lain adalah:
1. Intensitas.
Semakin tinggi intensitas, semakin efektif. Hal ini disebabkan karena hukum
yang ringan umumnya hanya mengubah perilaku yang sifatnya sementara saja.
2. Konsistensi.
3. Tenggang
waktu antara pemberian punishment
dengan respon yang dilakukan. Semakin lama tenggang waktunya, semakin tidak
efektif karena subjek sudah tidak terlalu ingat lagi akan responnya yang
menimbulkan punishment.
4. Bila
suatu respon tersebut memang memiliki tendensi besar untuk di punish, maka punishment akan semakin
kurang efektif.
5. Bila
hukuman telah dapat diadaptasi oleh organism (kebal), maka hukuman akan tidak
efektif lagi.
6. Hukuman
yang ringan juga memiliki efektifitas yang tinggi bila disertai dengan
pemunculan respon yang mendatangkan reinforcement.
11) Penerapan Pengkondisian
Instrumental/Operan
Dari penjelasan di atas telah banyak
kita lihat contoh-contoh penerapan pengkondisian operan dalam kehidupan
sehari-hari, antara lain dalam proses “shaping”. Selain itu juga terdapat
“programmed learning”, yaitu prinsip belajar yang dilakukan secara bertahap,
misalnya untuk mengenal sebuah kalimat, seorang anak diajarkan dahulu untuk
mengenal huruf, setelah itu merangkaikan huruf menjadi kata, dan kemudian
merangkai kata-kata menjadi suatu kalimat. Dengan langkah-langkah bertahap
tersebut diharapkan anak akan lebih mudah untuk mengenal kalimat.
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus
dan selanjutnya terhadap burung merpati menyatakan bahwa unsur terpenting dalam
belajar adalah penguatan (reinforcement). Maksudnya adalah pengetahuan yang
terbentuk melalui ikatan stimulus-respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Dan
diperoleh hukum-hukum belajar, diantaranya :
1. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku
diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan
meningkat.
2. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku
operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus
penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
C.
Prinsip Belajar
Menurut Skinner
Beberapa
prinsip belajar menurut
Skinner antara lain:
1.
Hasil
belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika
benar diberi penguat.
2.
Proses
belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
3.
Materi
pelajaran, digunakan sistem modul.
4.
Dalam
proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
5.
Dalam
proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Namun ini lingkungan perlu
diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
6.
Tingkah
laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebagainya. Hadiah diberikan
dengan digunakannya jadwal variable rasio reinforcement.
7.
Dalam
pembelajaran, digunakan shaping.
D.
Kelebihan
dan Kekurangan Teori Skinner
1.
Kelebihan
Pada teori ini, pendidik diarahkan untuk menghargai setiap
anak didiknya. hal ini ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal
itu didukung dengan adanya pembentukan lingkungan yang baik sehingga
dimungkinkan akan meminimalkan terjadinya kesalahan.
2.
Kekurangan
Tanpa adanya sistem hukuman dimungkinkan akan dapat membuat
anak didik menjadi kurang mengerti tentang sebuah kedisiplinan dan pelajaran. hal tersebut akan menyulitkan lancarnya kegiatan
belajar-mengajar. Dengan melaksanakan mastery learning, tugas guru akan
menjadi semakin berat.
Beberapa kekeliruan dalam penerapan teori Skinner adalah
penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa. Menurut
Skinner hukuman yang baik adalah anak merasakan sendiri konsekuensi dari
perbuatannya. Misalnya anak perlu mengalami sendiri kesalahan dan merasakan
akibat dari kesalahan. Penggunaan hukuman verbal maupun fisik seperti:
kata-kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran justru berakibat buruk pada siswa.
Selain itu kesalahan dalam reinforcement positif juga
terjadi didalam situasi pendidikan seperti penggunaan rangking Juara di kelas
yang mengharuskan anak menguasai semua mata pelajaran. Sebaiknya setiap anak
diberi penguatan sesuai dengan kemampuan yang diperlihatkan sehingga dalam satu
kelas terdapat banyak penghargaan sesuai dengan prestasi yang ditunjukkan para
siswa: misalnya penghargaan di bidang bahasa, matematika, fisika, menyanyi,
menari atau olahraga.
BAB III
APLIKASI TEORI
SKINNER
Menurut pandangan B. F.
Skinner (1958), belajar merupakan suatu proses atau penyesuaian tingkah laku
yang berlangsung secara progressif. Pengertian belajar ialah suatu perubahan
dalam kemungkinan atau peluang terjadinya respons. Skiner berpendapat bahwa
ganjaran
(reward) yang bersifat mendidik merupakan
salah satu unsur yang penting dalam proses belajar, hanya istilahnya perlu
diganti dengan penguatan. Ganjaran adalah sesuatu yang menggembirakan,
sedangkan penguatan adalah sesuatu yang mengakibatkan meningkatkatnya suatu
respon tertentu. Penguatan tidak selalu hal yang menggembirakan, tetapi bisa
juga sebaliknya.
A.
Aplikasi
Teori Skinner Terhadap Pembelajaran
Beberapa
aplikasi teori Skinner terhadap pembelajaran antara lain :
1.
Bahan
yang dipelajari dianalisis sampai pada unit-unit secara organis.
2.
Hasil
berlajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan dan
jika benar diperkuat.
3.
Proses
belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
4.
Materi
pelajaran digunakan sistem modul.
5.
Tes
lebih ditekankan untuk kepentingan diagnostik.
6.
Dalam
proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
7.
Dalam
proses pembelajaran tidak dikenakan hukuman.
8.
Dalam
pendidikan mengutamakan mengubah lingkungan untuk mengindari pelanggaran agar
tidak menghukum.
9.
Tingkah
laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah.
10. Hadiah diberikan kadang-kadang (jika
perlu).
11. Tingkah laku yang diinginkan,
dianalisis kecil-kecil, semakin meningkat mencapai tujuan.
12. Dalam pembelajaran sebaiknya
digunakan shaping.
13. Mementingkan kebutuhan yang akan
menimbulkan tingkah laku operan.
14. Dalam belajar mengajar menggunakan
teaching machine.
15. Melaksanakan mastery learning
yaitu mempelajari bahan secara tuntas menurut waktunya masing-masing karena
tiap anak berbeda-beda iramanya. Sehingga naik atau tamat sekolah dalam waktu
yang berbeda-beda. Tugas guru berat, administrasi kompleks.
B.
Aplikasi Teori Skinner Terhadap
Pembelajaran Matematika
Seorang siswa diberi
soal matematika
sederhana dan siswa dapat
menyelesaikannya sendiri. Guru memuji siswa karena telah berhasil menyelesaikan
soal tersebut. Dengan peristiwa ini siswa merasa yakin atas kemampuannya,
sehingga timbul respon mempelajari pelajaran
berikutnya yang sesuai atau lanjutan apa yang dapat dia selesaikan tadi.
Selanjutnya dikatakan bahwa pada umumnya stimulus yang demikian pada umumnya
mendahului respon yang ditimbulkan. Belajar dengan respondent conditioning ini
hanya efektif jika suatu respon timbul karena kehadiran stimulus tertentu.
Contoh lainnya dalam matematika seorang siswa yang terbiasa melakukan
perhitungan matematika berupa operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan
pembagian akan lebih mudah mengerjakan soal yang berhubungan dengan
operasi-operasi tersebut dengan cepat dan tanpa pemikiran yang lama.
http://www.ziddu.com/download/19265382/TeoribelajarFredericSkinner.pdf.html
http://www.ziddu.com/download/19265382/TeoribelajarFredericSkinner.pdf.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar